Senin, 15 Juni 2020

Hakekat Pendekatan Whole Language


Hakikat Pendekatan Whole Language

Pendekatan whole language adalah salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan Pembelajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991;Froese, 1990; Goodman, 1986; Weaver, 1992). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Rigg, 1991, dalam Puji santosa).Pendekatan Whole language adalah pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan pembelajaran secara utuh, tidak terpisah-pisah. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Pembelajaran tentang penggunaan tanda baca seperti koma, semikolon, dan kolon misalnya diajarkan sehubungan dengan pelajaran menulis dan membaca.

Menurut Brown (2001) Pendekatan whole language merupakan salah satu pendekatan informasi yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana siswa bekerja sama, berpartisipasi dalam pembelajaran, serta  seluruh kegiatan berpusat pada siswa. Dan pembelajaran berlangsung secara kontekstual, logis, kronologis, dan komunikatif serta menggunakan setting yang nyata dan bermakna (Hidayah, 2014:81). Dan teknik penilaiannya adalah menggunakan penilaian holistik dan integrasi dari keempat keterampilan berbahasa. Ketika siswa secara aktif berpartipasi dalam pembelajaran mereka dapat mengembangkan keterampilannya secara signifikan.

 Pendekatan whole language adalah pendekatan pembelajaran yang komprehensif karena dapat membantu siswa untuk membangun hubungan yang bermakna antara sekolah dan kehidupan nyata sehari-hari (Brown, 2001). Lebih penting lagi Sukiyadi (2010) menunjukkan bahwa pendekatan whole language dapat dikombinasikan dengan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Pendekatan whole language didasari oleh paham constructivism yang menyatakan bahwa siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Roberts, 1996 dalam Puji Santosa). Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat apa yang dipelajarinya itu diperlukan oleh mereka. Dan orang dewasa, dalam hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desiminator informasi menjadi fasilitator (Lamme dan Hysmith, 1993)

Pendapat lainnya tentang pendekatan whole language adalah Ling (2012) yang menyatakan, Pendekatan whole language adalah pendekatan dalam mengajar membaca, pengucapan dan tata bahasa, sehingga pembelajaran memiliki modal akumulatif dengan mengetahui langkah-langkah untuk menulis.

   Whole language berakar pada teori perkembangan John Dewey, pemikiran Vygotsky tentangkonteks sosial, teori perkembangan kognitif Piaget, dan termasuk juga teori bahasa Kenneth Goodman. Whole language merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang berbeda dari pendekatan lain, yang memiliki perhatian dan konsistensi terhadap pemahaman bagaimana anak belajar (Weaver, 2003:3).

            Pendekatan whole language beranjak dari pernyataan Dewey tentang hakikat siswa, yakni siswa memiliki kekuatan, kesanggupan, dan keinginan untuk belajar. Siswa akan menjadi pribadi kreatif yang mampu menyusun, menciptakan dan menemukan pemecahan terhadap berbagai persoalan secara aktif jika mereka diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas tersebut selaras dengan kemampuannya. Whole Language adalah satu pendekatan pembelajaran, yang secaraalamiah diyakini mampu membantu perkembangan bahasa anak-anak di sekolah atau di kelas. Istilah Whole Language telah dikenal sebagai salah satu pendekatan pembelajaran, sebuah sistem kepercayaan tentang sifat pembelajaran dan bagaimana hal itu dapat dipupuk di kelas dan sekolah (Meha dan Rhosonah, 2014: 72,73).

Whole Language  adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language  dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan secara terpadu (Puji Santosa, 2010:2.4). Dalam perspektif whole language, tidak hanya bahasa lisan yang dipandang sebagai bahasa, melainkan juga bahasa tertulis dan bahasa isyarat. Masing-masing bahasa tersebut dapat menciptakan makna dan berbagi karakteristik tertentu; (1) masing-masing bahasa  (lisan, tertulis, isyarat) mendalami social; (2) masing-masing bahasa  (lisan, tertulis, isyarat) saling ketergantungan; (3) masing-masing bahasa (lisan, tertulis, isyarat) dapat diprediksi (Edelsky, Altwerger, Flores, 1991: 9).

Dari paparan dan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran whole language sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam pembelajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah dalam situasi nyata atau autentik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rapat Koordinasi Ujian Praktik dan Ujian Sekolah

Dalam rangka menyikapi pelaksanaan Ujian Praktik dan Ujian Sekolah Kelompok Kerja Kepala Sekolah Kec. Kubutambahan melaksanakan koordinasi p...